Headlines News :

Home » » Bukan sekedar permainan

Bukan sekedar permainan

Written By Unknown on 11 Juni 2012 | 00.35


gulat
SEBAB apa tontonan olahraga di layar televisi begitu populer? Apakah karena ia menyediakan pun memenuhi salah satu kebutuhan dasar setiap kita?
Mungkin, sulit menjawab pertanyaan itu. Yang sudah dimaklumi olahraga sudah menjadi program wajib stasiun televisi. Fakta ini, minimal, bisa juga diartikan bahwa program olahraga memang layak jual.
Sederhananya program olahraga sangatlah menguntungkan, itu sebabnya kemudian menjelma menjadi bisnis besar. Klub dan olahragawan, baik profesional pun dari sekolah-sekolah mengalami perubahan akibat banyaknya penghasilan dari televisi.
Dunia olahraga, sekilas memang seperti dikendalikan para pebisnis. Kepentingan bisnis, iklan, keperluan pengambilan gambar, seolah-olah dianggap lebih penting ketimbang olahraganya sendiri.
“Bahkan proses keluar masuk tim olahraga di sebuah stadion misalnya juga sudah dijadwal sebegitu ketat dalam hitungan detik oleh para penulis skrip,” kata editor TVision, Michaela Conley. “Saat ini olahraga mungkin lebih tepat disebut sebagai show biz daripada permainan,” pemerhati media dan televisi itu menambahkan.
Tapi sekali lagi, sebab apa tayangan olahraga terutama sepakbola begitu populer? Lagi, tak mudah menjawabnya. Cuma, seperti dituturkan Michaela Conley, dalam tiap diskusi pertanyaan itu biasanya berakhir dengan jawaban: “It’s only entertainment.
Secara umum, entertainment diartikan segala sesuatu yang mampu membuat kita rileks, terhibur dan sejenisnya. Maka, ketika kita menyukai tayangan komedi misalnya, pastilah tontonan itu berhasil melemaskan urat syaraf. Atau, tatkala kita menyukai acara musik, tentulah hiburan itu mampu merilekskan jiwa kita.
Jadi, jika banyak orang gemar betul menonton sepakbola di kotak kaca tentu ada sebab musababnya. Minimal, seperti acara musik, lawan, film, berita atau lainnya, program olahraga juga bisa membuat penonton rileks, atau memberikan hiburan sangat menyenangkan.
Menyitir pendapat Richard Dyer, bahwa konsep entertainment terkait erat dengan perasaan dan khayalan. “Intinya diilhami oleh keinginan bagaimana seharusnya manusia hidup, dan bagaimana kehidupan itu semestinya ditata atau diorganisir,” kata pengajar film di Universitas Birmingham, Inggris itu.
###
DALAM konteks ini, kata Richard, dunia entertainment seolah-olah menyediakan tempat pelarian dari kepenatan hidup saban hari. “Entertainment seperti menawarkan sebuah gambaran yang lebih baik, bahkan lebih sempurna dibanding yang dihadapi setiap hari oleh para pemirsa,” ia menegaskan.
Begitulah kira-kira yang jadi penyebab, mengapa banyak orang rela melek semalam suntuk hanya karena tak ingin ketinggalan menyaksikan aksi tim sepakbola kesayangannya. Meski harus menahan kantuk, mereka tetap mendapatkan kepuasan, menemukan tempat pelarian, menemukan realita “lain”.
Tatkala sepakbola mampu menyedot jumlah pemirsa sangat besar, para pemasang iklanpun tak mau melepaskan pasar potensial itu. Mereka menilai, program olahraga sesungguhnya adalah lahan empuk untuk mengiklankan produk-produk mereka.
Masuknya para pengiklan sebegitu rupa sesungguhnya merupakan kabar kembira. Sebab, pihak pengelola televisi harus membayar sejumlah uang atas hak siar mereka terhadap tim atau klub tertentu, atau pertandingan tertentu. Uang tersebut, diperoleh dari para pengiklan.
Pada mulanya pertalian antara olahraga, televisi, dan pengiklan itu lancar-lancar adanya. Cuma dalam perjalanannya, sering pula hubungan itu tak harmonis lagi. Atas nama keuntungan, tayangan olah raga di televisi sering diperluas jangkauan siarnya, atau diperlama waktu tayangnya.
Salah satu akibatnya, musim pertandingan atau jadwal kompetisi jadilah makin panjang pula. Memang, para pemain atau olahragawan sendiri kemudian mendapatkan bayaran yang kian besar. Tapi, uang tampaknya bukanlah segala-galanya.
Seperti dituturkan Klatell & Marcus, popularitas tayangan olahraga di televisi mendatangkan berkah bagi para atlet. Gaji mereka misalnya, jadi berlipat-lipat. Belum lagi pendapatan dari iklan secara sendiri-sendiri. “Cuma, akibat jadwal terlalu lama misalnya, para atlet juga jadi lebih tegang,” ujar penulis buku Sports for Sale: Television, Money, and Fans, itu.
Dalam kondisi yang lebih ekstrim, banyak pula yang menyatakan tayangan olahraga di televisi sebetulnya cuma jadi tempat bagi para penjual produk. Mau bukti, kostum atlet dari alas kaki sampai tutup kepala penuh dengan iklan. Arena olahraga, jangan ditanya. Setiap sudut nyaris tak ada yang kosong. Maka, tak berlebihan jika ada yang berkata, tayangan olahraga sebenarnya tak lebih dari sekadar alat pemasaran. Lain tidak.
Maka, menyimak olahraga di layar televisi, sebenarnya tidak sekadar menikmati sebuah permainan yang dipertandingkan. Pemirsa bisa merasakan ketegangan, merasakan kekalahan, juga kemenangan. Pemirsa seolah memasuki sebuah dunia baru.
Di lain pihak, sadar tak sadar, ketika menyimak olahraga di televisi sebenarnya kita juga sedang menyimak betapa kekuatan uang ternyata hampir-hampir menghilangkan identitas olahraga itu sendiri. Persis seperti kata Michaela Conley, “Saat ini olahraga mungkin lebih tepat disebut sebagai show biz daripada permainan.”
Share this article :

0 komentar :

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Loading....

Sering dilihat

Jadwal Sholat

Berlangganan Artikel

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

 
Copyright © 2011. Maheswaranet - Just out of my mind - All Rights Reserved
Support : Maz Template
Template Edited by Ilu2Mz
Proudly powered by Blogger